Benarkah kita harus menjadi diri sendiri?
Kita sering mendengar nasihat orang lain yang menyuruh kita untuk menjadi diri sendiri. Padahal, kalimat “menjadi diri sendiri” atau “be yourself” menimbulkan banyak penafsiran dan selalu disalahartikan oleh sebagian besar orang. Jika salah menafsirkan, nasihat tersebut cenderung dimanfaatkan untuk mempertahankan egoisme dalam diri sendiri.Penyalahartian nasihat “be yourself” sering terjadi dalam pertengkaran antara anak dengan orang tua. Misalkan :
Orang tua : Nak perbaiki sikapmu, berbicaralah yang halus. Lihat
temanmu yang lain
bicaranya selalu halus jika
bertemu dengan orang lain.
Anak :
Untuk apa Bu, lebih baik menjadi diri sendiri daripada menjadi orang lain.
Biarkan saja aku seperti
ini, ini memang diriku.
Tentu hal tersebut tidak dapat dibenarkan, karena perubahan diri untuk menjadi lebih baik itu adalah kewajiban setiap insan. Agama bahkan ajaran di luar agama pun menyuruh kita untuk terus berubah menjadi yang lebih baik.
Anak muda terlalu gampang dan terlalu dangkal menafsirkan nasihat “menjadi diri sendiri”. Padahal makna sesungguhnya dari nasihat “be yourself” adalah konsistensi diri kepada hal yang baik. Artinya, jika jiwa seseorang yang baik berkumpul dengan lingkungan yang buruk, maka menjaga jiwa untuk tetap baik adalah kewajiban bagi orang tersebut. Oleh karena itu nasihat “be yurself” menjadi tepat sasaran jika dinasihatkan kepada seseorang yang jiwanya baik sejak awal.
Jadi, nasihat “menjadi diri sendiri” tidaklah tepat jika digunakan sebagai senjata untuk melawan nasihat baik dari orang lain. Perlu penafsiran yang baik untuk menafsirkan menjadi diri sendiri.
Mengapa kita tidak boleh menjadi diri sendiri?
Tidak ada yang melarang Anda untuk menjadi diri sendiri, selama diri anda adalah jiwa yang baik sejak awal. Namun beberapa orang tertentu tidak memiliki jiwa yang baik sejak awal, dikarenakan ada penyebab lain berupa faktor internal (dalam diri) maupun eksternal (lingkungan). Bagi orang seperti inilah, nasihat “be yourself” tidak dapat serta-merta diaplikasikan ke dalam hidupnya. Karena dikhawatirkan ia tidak akan menjadi pribadi yang lebih baik jika ia setia kepada jiwa tak baik yang ada dalam dirinya.Lalu apa yang harus dilakukan oleh orang yang memiliki jiwa kurang baik?
Berubah. Mengubah diri menjadi lebih baik adalah jawaban untuk memiliki jiwa yang baik. Agama maupun ajaran manapun tak pernah mengajarkan kita untuk menjadi diri sendiri. Yang agama ajarkan kepada kita ialah bagaimana menjadi pribadi yang baik. Hal ini memiliki arti bahwa agama dan ajaran manapun memberikan kesempatan yang luas kepada kita untuk berubah menjadi lebih baik.Cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih baik ialah dengan melakukan proses imitasi (meniru) sifat dan sikap baik orang lain. Agama Islam menjadikan Nabi Muhammad sebagai “Suri Tauladan” (meniru perangai mulia nabi). Agama Kristen/Katholik juga menjadikan Tuhannya sebagai sumber kebaikan sehingga umatnya diupayakan untuk meniru sifat Tuhannya yang agung. Tidak hanya dua agama itu, agama lain juga memiliki tokoh panutannya sendiri sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku terpuji. Untuk itulah, nasihat “be yourself” sebenarnya tidak pernah berlaku dalam hidup kita. Karena kita semua dituntut untuk meniru dan mengaplikasikan tindakan terpuji yang pernah dicontohkan oleh para tokoh-tokoh mulia.
thats right
BalasHapus